Iwan Fals dibenci? Lho ada apa
ini? Apa penguasa membenci Iwan Fals? Kalau dulu mungkin iya, tapi
sekarang bukan penguasa yang membenci Iwan Fals. Yang membenci justru
beberapa penggemarnya sendiri. Ada apa gerangan? Kalau tanya pada rumput
yang bergoyang, itu tandanya ada yang salah pada otak ente, cepetan
pergi ke dokter sebelum terlambat. Naah.. mari kita gelar tiker di iwanfalsmania.com sambil duduk lesehan dan ngopi lantas dengarkan baik-baik suara kucing berantem dibawah ini.. :D
Ini adalah pengamatan saya selama ‘bergaul’ dengan penggemar Iwan
Fals. Awalnya semua berjalan wajar saja seperti pada umumnya. Seorang
penyanyi pastilah mempunyai penggemar, wajar kan. Tapi sedikit masalah bisa membuat semuanya berubah. Yang dulunya bisa disebut penggemar berat Iwan Fals, sekarang memilih menyudahi predikat itu dan menjauhkan segala sesuatu yang berhubungan dengan sosok yang digemari.
Apa sebabnya? Sedikit banyak saya menemukan jawaban dan alasan yang bisa
benar bisa salah dan baiknya tidak mewakili sebab masing-masing tentu
punya pandangan berbeda. Sederhana saja kesimpulan yang saya dapat,
rupanya bagi mereka Iwan Fals bukan sosok seperti yang dibayangkan.
Dalam bayangan mereka selama itu Iwan Fals adalah figur penyanyi yang
membela sejuta masalah rakyat, sehingga seseorang menjadikan Iwan Fals
sebagai idola karena merasa tersuarakan. Setelahnya bagi mereka apapun
yang terjadi pokoknya Iwan Fals.
Menoleh pada masa-masa ‘gelap’ dimana kebanyakan penggemar hanya
mengenal karakter Iwan Fals sebatas dari berita-berita media cetak atau
sekedar menyaksikan konser Iwan Fals dari kejauhan. Melalui itu
penggemar mengimajikan bayangan Iwan Fals laksana seorang pembela
seperti yang tertuang dalam lirik lagu-lagunya. Namun semua dianggap
berubah pada era keterbukaan sekarang ini. Sosial media seperti Twitter dan Facebook mengabarkan
apa saja yang sebelumnya hampir mustahil diperoleh kebanyakan fans.
Dari media-media itu penggemar bisa berinteraksi langsung dengan sang
idola maupun lingkungannya, itu positif. Tetapi jika sang idola atau
lingkungannya ‘kepleset’ komentar yang tidak berkenan bagi sebagian penggemar, maka akan muncul banyak pertanyaan, kok gini... kok gitu.
Kemudian bermacam persepsi tentang sang idola terbentuk. Sosial media
sedikit banyak menunjukkan pribadi seseorang dan akhirnya ada yang
menterjemahkan kalau Iwan Fals bertolak belakang dengan bayangan mereka selama era ‘gelap’ dahulu.
Banyak hal terjadi setelahnya. Seperti suatu saat ada beberapa penggemar ‘super-duper’ berat yang mengritisi Iwan Fals.
Kritikan itu dituangkan dalam berbagai tulisan terbuka yang pointnya
menyinggung walaupun sebenarnya tujuan penulis adalah baik untuk memberi
masukan yang membangun. Banyak yang mengapresiasi tulisan-tulisan itu
sebagai sebuah keberanian dan kebebasan bersuara. Bayangkan, Iwan Fals yang dikenal sebagai tukang kritik malah dikritik
dan hebatnya lagi kritikan itu datangnya dari penggemar beratnya
sendiri. Kritikan itu seputar penampilan yang jelek, lagu-lagu yang
‘cengeng’, harga tiket konser yang tinggi dan sebagainya.
Namun ternyata tidak sedikit ‘serangan balik’ terhadap tulisan
itu baik dari internal maupun dari kubu luar yang membela mati-matian
Iwan Fals, seakan Iwan Fals adalah sosok penyanyi tanpa kekurangan.
Padahal sebagian pihak pembela ini jangankan kenal, pernah ketemu Iwan
saja tidak. Dari respon negatif ditambah tanpa klarifikasi yang jelas
dan memuaskan serta malah terkesan tidak mau disalahkan itulah maka
lambat laun muncul perasaan membenci Iwan Fals dari beberapa
penggemar berat yang kritis. Seakan Iwan Fals tidak boleh di kritik,
yang berani ngeritik berarti musuh. Lalu muncul pertanyaan, Iwan Fals itu siapa?.
Kemudian apa yang terjadi setelah itu? Yang paling sederhana dilakukan oleh ‘mantan fans’ ini adalah ‘membersihkan’ diri dari segala unsur yang berbau Iwan Fals. Coba melupakan bahwa Iwan Fals dulunya adalah ‘pahlawan’ bagi mereka dan ‘menyucikan diri’
kalau dia dahulu adalah fans berat dengan mengungsikan segudang koleksi
langka, menutup album foto bersama idola, berhenti mendengarkan
lagu-lagunya, stop nonton konser dan sebagainya. Meski hati kecilnya
masih menyimpan sejuta kenangan bersama lagu-lagu Iwan Fals.
Lalu kekecewaan yang melahirkan benci bagi mereka salah satunya muncul karena ‘lingkungan’ Iwan Fals yang dianggap terlalu ‘arogan’ dan bersikap terlalu 'ekslusif' sehingga menciptakan jarak. Mereka melihat Iwan di masa lalu yang ‘merakyat’ serta dianggap lebih ‘membaur’
dengan penggemarnya. Banyak kisah pengalaman kawan-kawan senior tentang
hubungan Iwan dahulu dengan penggemarnya yang dianggap lebih ‘indah’
dibanding sekarang. Beberapa coba komplain ke lingkungan Iwan Fals
namun mendapat jawaban yang dianggap pedas. Sehingga yang lain menjadi
segan atau menganggap tidak penting dan buang-buang waktu saja. Tetapi
sebenarnya mereka juga sadar manusia bisa atau ingin berubah, namun
seakan tidak bisa terima dengan perubahan kebiasaan yang pernah ada.
Maka banyak subjek menjadi sasaran penyebab perubahan itu. Walaupun
nantinya tidak akan mengelak kalau memang nyatanya Iwan pribadi yang
menginginkan itu.
Kebencian pada Iwan Fals dilampiaskan bermacam-macam selain ‘menyucikan’ diri dari Iwan Fals seperti pada paragraf atas, juga ada ‘mantan fans’
yang tetap membeli atau memburu album rekaman Iwan Fals tapi bukan
untuk didengarkan. Uniknya kaset atau CD itu sekedar menjadi koleksi.
Kalau album rekaman baru, itupun tidak pernah dibuka serta dibiarkan tertutup segelnya.
Dibeli sebagai investasi untuk suatu saat kelak dijual kembali dengan
nilai tinggi. Lalu mendengarkan lagu-lagunya cukup download mp3 Iwan
Fals ilegal yang banyak tersebar. Mereka memposisikan diri sebagai
penikmat karya musik bagus saja, bukan penggemar sosok penyanyinya.
Mungkin bagi Iwan Fals ditinggal satu-dua penggemar tidak ada artinya, toh masih banyak ribuan atau mungkin jutaan fans fanatik dan loyal
yang selalu menunggu penampilannya. Tetapi harap diingat, meski cuma
satu fans berat yang menjadi kecewa lantas membenci Iwan Fals, akan
dengan mudahnya memberi pengaruh kepada fans-fans yang lain. Dan akhirnya malah berkembang jadi opini yang ngawur tidak terkontrol dan penuh bumbu. Sayang sekali kalau ini sampai terjadi, tapi... ssttt... ternyata sudah terjadi......
Iwan Fals memang manusia biasa sama seperti kita, mungkin dulu dia tidak
pernah membayangkan kalau takdir hidupnya menjadi penyanyi pujaan
banyak orang. Begitupun penggemar, mereka juga orang biasa dengan
beragam sifatnya yang unik dan menganggap seorang menjadi pujaan itu adalah resiko hidup dan harus siap melayani berbagai karakter fans. Penggemar adalah aset berharga tokoh masyarakat. Tanpa penggemar, Virgiawan Listanto tidak akan menjadi Iwan Fals yang posternya ada disetiap kamar, yang stiker wajahnya ada di setiap body truk atau angkot, yang lagu-lagunya masih dinyanyikan oleh orang baik-baik sampai koruptor, yang nama-nama anggota keluarganya dipilih menjadi nama bayi-bayi. Dan faktanya, apabila ada penggemar menjadi berani mengkritik Iwan Fals, itu juga karena Iwan Fals yang mengajari.
Lalu apa sebenarnya harapan penggemar kepada Iwan Fals? Setelah
semua itu rasanya tidak ada yang berlebihan, sebagian sudah diutarakan
itu dianggap sudah melepaskan gelisah. Biarlah Iwan Fals dengan
profesinya melahirkan karya-karya musik, penggemar cukup sebagai
konsumen. Penggemar juga sudah bisa menyadari semua ini, malah kondisi seperti ini lebih baik.
Penggemar jadi tahu karakter orang dan lingkungan yang diidolakan
selama ini. Tinggal merespon seperti apa dan menentukan berada pada
posisi yang mana. Bagi penggemar, baik buruknya karya Iwan Fals sekarang
cuma untuk konsumsi hiburan sekedar bernostalgia saja, hanya sebagai
pelengkap koleksi.
Dari ini semoga jadi pelajaran untuk semua dan terutama buat saya untuk
bersikap wajar dalam mengidolakan seseorang, sebab tidak ada manusia
yang sempurna.... Kisah diatas adalah fakta bukan ngarang, kalau tidak
terima silahkan omeli saya :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar