Jumat, 13 April 2012

Petualangan Suara Iwan Fals (Part 2 - Habis) Oleh : Doel ( http://www.jamesdoel.multiply.com )

(Lanjutan dari Part 1)


Album periode ‘89 – 2000


Suara yang stabil


Setelah pembatalan tour 100 kota pada pertengahan 1989 oleh pihak keamanan, Iwan Fals sempat nyungsep dan malas bernyanyi lagi (bayangkan kalau waktu itu dia benar-benar stop bernyanyi). Untungnya dia membuat album daur ulang yaitu Antara Aku, Kau & Bekas Pacarmu produksi Musica yang pengerjaannya memakan waktu cuma 1 bulan untuk 4 lagu yang di aransemen ulang. Lagu ‘Antara Aku, Kau & Bekas Pacarmu’ sangat rock. Iwan Fals bernyanyi dengan lengkingan yang bikin merinding lebih gagah daripada lagu yang sama di album Opini.


Album Swami, nah disini suara Iwan Fals lebih dinamis dan sudah terbentuk, ditambah oleh bunyi-bunyian yang dimainkan oleh para personilnya. Ritme musik yang terkonsep membuat suara Iwan Fals lebih matang. Album inilah yang menurut saya dapat mengimprovisasi suara Iwan Fals yang terkadang berteriak spontan. Simak pada lagu ‘Bunga Trotoar’.


Album Kantata Takwa. Ehmmm, dimana napas religi yang kental banyak menggunakan koor-koor. Kalo soal musiknya tanya sama mas JSOP deh. Ada beberapa lagu dimana Iwan Fals menguras suaranya seperti pada lagu ‘Orang-Orang Kalah’ dan ‘Rajawali’. Album ini begitu megah dengan peralatan dan sound modern, music directornya ditangani oleh JSOP.


Album Cikal berisikan orang-orang yang berkompeten di musik jazz. Iwan Fals didukung oleh Mates (bass), Embong Raharjo (saxophone dan flute), Gilang Ramadhan (drum dan perkusi), dan teman lamanya Cok Rampal (gitar dan perkusi) juga Totok Tewel (guitar elektrik) yang membuat kesan rock. Disini Suara Iwan Fals sudah tidak berubah banyak, cuma musiknya saja yang membuat berbeda. Rock dibaluri sentuhan jazz. Album yang awalnya saya tidak terlalu senang dari cover maupun musiknya karena terlalu berisik dengan adanya bunyi-bunyian perkusi yang ditambahkan dalam album ini (dimana sound gitar yang nyaring dan pukulan drum yang banyak improvisasi serta perkusi seperti cowbell, gongseng dan sebagainya). Pada lagu ‘Untuk Bram’ disitu Gilang Ramadhan banyak melakukan gebukan tak lazim bagi telinga saya waktu itu: “berisiiiikkk”. Tapi setelah beberapa tahun, album ini sangat monumental buat saya karena Iwan Fals seperti tidak mungkin lagi memainkan musik tersebut baik dipanggung atau di album berikutnya.


Akhirnya menurut kesepakatan yang hanya 3 tahun (1989 – 1991) dibentuknya Swami, maka keluarlah album Swami II. Di album ini Iwan Fals bernyanyi seperti orang yang kehabisan suara. Simak lagu ‘Robot Bernyawa’ yang menguras habis suaranya. Pada lagu ‘Nyanyian Jiwa’, Iwan Fals memerlukan power yang full. Akibatnya suara yang dihasilkan pada nada tinggi sedikit lebar dan kasar. Dan selesailah proyek Swami.


Kalo menyimak album-album sebelumnya dimana suara Iwan Fals yang gagah, jantan dan full lalu di aransemen dengan konsep band, maka album Belum Ada Judul cukup dengar gitar bolong dan harmonika. Tidak tahu kenapa Iwan Fals melakukan itu, rindukah atau bosan?. Yang jelas para penggemarnya sangat antusias dengan album ini karena Iwan Fals bernyanyi tanpa perabotan yang ribet, cukup dengan alat yang sehari-hari ia mainkan. Suaranya lebih terdengar jelas dengan lirik yang bagus. Maka mengalunlah lagu ‘Belum Ada Judul’ yang sangat pas tentang persahabatan. Pada album ini suara Iwan Fals sudah cukup berat (kalo Iwan Fals bicara suaranya pelan, sangat berat dan ngebass).


Album Hijau, sebuah album yang lebih membumi sebab menggunakan instrument-instrument perkusi seperti kendang yang cukup dominan. Iwan Fals bernyanyi lebih tenang, mungkin musiknya yang easy listening. Sesekali Iwan Fals melakukan interval tinggi dan habis itu dengan suara yang rendah, berat sedikit serak yang bisa di simak pada ‘Lagu Dua’. Dan seperti biasa Iwan Fals melakukan teriakan khasnya pada lagu ‘Hijau’ (sebenarnya saya seneng sama teriakan yang lepas meski rada bindeng dan spontan dari Iwan Fals).


Singel Terminal, album Dalbo, album Orang Gila, album Anak Wayang, single Mata Hati, single Orang Pinggiran, single Lagu Pemanjat, album Kantata Samsara, album Kantata Samsara Takwa live 1998, karakter suara Iwan Fals tidak berubah tetap sama. Mungkin aransemen di musiknya aja yang membuat berbeda. Pada era 1990 – 1998 suaranya sudah terbentuk dan tidak ada lagi perubahan. Suara yang berat dan berisi.


Untuk kalian yang punya lagu “colongan” alias demo tape pada era tersebut, kita sudah bisa membedakan mana suara Iwan Fals awal 1980-an dan 1990-an karena karakternya sudah terbentuk. Kalo saya mendengar lagu ”colongan” tersebut kebanyakan Iwan Fals bernyanyi dengan bebas dan santai baik pada lirik cinta, sosial dan lingkungan. Lagu-lagu tersebut ada yang direkam pake tape recoder secara langsung. Dulu Iwan Fals paling senang pamer lagu-lagu barunya kepada orang-orang yang datang kerumahnya, bahkan suka nyanyi bareng sama penggemarnya.


Saat saya nonton konser live-nya Iwan Fals di Hard Rock café, Jakarta 8 mei 1998 (sebelum kerusuhan Mei '98), Iwan Fals begitu prima penampilannya meski tak segarang dulu. Lebih rapi dengan rambut pendek persis orang kantoran tapi untuk suara masih tetap gagah. Menurut saya ini Iwan Fals pertama kalinya tampil di café dan saya lebih senang biar orang-orang yang biasa ke café kenal lagu-lagunya. Istilahnya melebarkan sayap ke gedongan lah. Saya juga lebih tertarik nonton di tempat tertutup karena sound yangg dihasilkan cukup bagus, nendang dan powerfull dan tentunya dengan lirik-lirik yang biasa ia nyanyikan. Menurut saya lebih puas saja tidak ada pembatas jarak antara penonton dan pemusiknya. Kalau Iwan Fals manggung ia suka bikin celetukan-celetukan lucu, kadang menari-nari sekenanya. Ada satu yang geblek dari seorang Iwan Fals, ia tidak selalu hapal sama lirik lagunya, nyanyi pun ia memakai teks.


Masuk ke era 2000-an
Keluarnya single ‘Kumenanti Seorang Kekasih’ dan ‘Entah’ tahun 2000, aransemen baru mengukuhkan Iwan Fals masih tetap eksis di belantara industri musik Indonesia. Pada kedua single ini suara Iwan Fals sangat berat seperti terbata-bata kurang spontan, yang menurut Rusmin sound engenering yang biasa menangani Iwan Fals sejak awal di Musica, “Iwan bernyanyi dibawah tekanan seperti ditodong senapan”. Maklumlah Iwan Fals sudah lama tidak rekaman di studio yang besar.


Album berikut nya Suara Hati (2002), Manusia ½ Dewa (2004) dan 50:50 (2007), Iwan Fals melakukan rekaman di studio pribadinya sendiri, lebih lepas. Kecuali album In Collaboration (2003) yang dilakukan di studio Musica. Dan satu lagi single yang dilempar Iwan Fals berjudul ‘Saat Minggu Masih Pagi’ yaitu lagu tentang bencana tsunami di Aceh pada album keroyokan Satu Hati (2006), di situ Iwan Fals bernyanyi dengan gitar, suara yang berat dan kering rada parau.

Suara, ya suara Iwan Fals semakin tak dapat mencapai interval yang cukup tinggi, ini di karenakan faktor usia. Kini Iwan Fals hanya bisa menjaga agar suaranya tetap prima. Tak ada yang dapat melawan usia.


Perjalanan karir musik yang cukup panjang tidak sia-sia bagi seorang Iwan Fals. Begitu pesat kemajuan gaya bernyanyinya. Diawali dengan kesalahan bernyanyi kemudian berupaya diperbaikinya. Suara atau gaya bernyanyi dan musik yang berubah-ubah. Tapi ada satu yang tidak berubah dan masih setia dilakukannya adalah kesederhanaan dalam sikap, lirik yang dalam, baik lirik sosial dan lingkungan, bahkan lirik cinta yang cukup mengena. Mungkin ini yang menyebabkan ia masih digemari para fansnya sampai saat ini bahkan album-album lamanya masih terus dikejar para kolektor. Wassalam. (dOeL)
Terima kasih buat artikel-artikel dan kaset-kaset sebagai sumber tulisan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar